Friday, 30 January 2015

Selfie: Tren Remaja Masa Kini, Masa Gitu?


Tidak bisa dipungkiri, di era modern ini, segala sesuatu yang berbau dengan teknologi sangat digemari. Salah satunya, teknologi dalam hal fotografi. Semenjak munculnya teknologi kamera depan dengan kualitas canggih, semakin meningkat pula gairah seseorang untuk berfoto. Di saat yang sama, muncul sebuah istilah yakni, selfie. Yang secara tidak langsung, selfie artinya memotret diri kita sendiri (baca: berasal dari kata self atau diri sendiri).

Kenapa disini gue tertarik membahas fenomena selfie? Apa gue anti dengan selfie? Tidak. Buktinya, gue beberapa kali pernah selfie dengan teman gue. Namun, kenapa gue membahas selfie di sini, karena gue merasa ini adalah fenomena yang unik.

Keunikan pertama adalah, dengan selfie kita bisa melihat diri kita sendiri di kamera dan tanpa harus meminta bantuan orang lain untuk memotret kita. Enak dong kalau begitu? Tidak juga sih, karena jika selfie kita bisa melihat diri kita sendiri. Beruntung bagi yang wajahnya cakep, maka ia akan pede menatap ke arah kamera. Sedangkan bagi yang berwajah pas-pasan seperti gue, maka ia akan langsung pesimis dan berkata, “Itu beneran muka gue? Gak mungkin, masak jelek banget sih. Ini pasti efek kameranya,” Itulah alasan kenapa gue tidak suka selfie, karena gue minder melihat wajah gue sendiri.

Bahkan, tidak sedikit yang kecanduan dengan namanya selfie. Se-jam tidak selfie ia akan merasa pusing-pusing, lalu sehari tidak selfie ia akan merasa lemas, dan seminggu tidak selfie ia akan mengalami lupa ingatan tingkat ringan, dan seterusnya. Maybe.


Tongsis, bicara selfie pasti tidak akan terlepas dari yang namanya tongsis alias tongkat narsis. Atau mungkin, gue lebih sering menyebutnya, tongkat sinting! Sebuah alat ajaib, di mana dengan alat tersebut kita bisa memotret diri kita dari kejauhan. Sebuah inovasi yang kreatif, namun agak sedikit membingungkan. Kenapa harus memotret dari kejauhan, jika bisa memotret dari dekat? Mungkin ada yang memiliki alasan: supaya mampu memotret orang dalam jumlah yang banyak dan semua tertangkap di kamera. Bagi yang suka selfie ramai-ramai, sekitar 20-50 orang sekali selfie, gue cuma mau bilang: “Woii, lo itu mau selfie atau mau gotong royong? Banyak banget yang ikut foto,”

Kembali bicara tongsis, walaupun fungsinya agak membingungkan, namun gue salut dan memberi banyak jempol bagi pencipta tongsis. Di mana, ia memiliki ide kreatif dan out of the box. Bayangkan saja, di saat semua orang terhanyut dengan asyiknya berselfie-ria, tapi masih sempat-sempatnya ia menciptakan sebuah terobosan baru dan tidak terpaku dengan apa yang sudah ada. Keren! Gue harap, bagi penemu tongsis bisa memperbarui lagi teknologi tongsis. Mungkin dari segi ukuran dan panjangnya, bisa lebih diperpanjang lagi sekitar, 2-3 meter. Agar setelah digunakan selfie, tongsis itu bisa digunakan untuk nyolong mangga di rumah Pak RT. Atau mungkin, tongsis bisa dibuat dengan teknologi telepati. Misalnya, ketika kita berada di Jakarta, tetapi secara bersamaan kita bisa berfoto langsung dengan saudara kita yang ada di Jogja. Keren gak, tuh?

Boleh saja kita eksis dan narsis dengan selfie, namun ingat, jangan jadikan selfie itu sebagai kebutuhan primer. Apalagi, jika sampai selfie dengan rata-rata 100 foto per hari dan semua itu hasil 'merampas' handphone teman dengan berkata: "Hp lo bagus deh, boleh minjem gak buat nge-test kamera?" Hmm, Selfie: tren remaja masa kini, masa gitu sih?

Jika ada yang ingin bertanya atau sekedar sharing, silahkan isi coment box di bawah J

0 komentar:

Post a Comment